Thursday, August 4, 2011

Sebuah catatan absurd (kisah Nia di Bengkulu)

Persahabatan.

Indah.
Saya selalu mengingat semua pertemuan dengan seseorang yang nantinya saya panggil teman, sahabat… walau mungkin tidak terlihat, saya selalu menganggap setiap persinggungan kehidupan saya dengan orang-orang tersebut indah dan berkesan.
Banyak hal terlewati, seuka dan duka. Hal-hal kecil nun tidak penting yang akan selalu mengisi kehidupan saya ke depan nantinya. Mereka yang menyentuh saya, meninggalkan kesan, sekecil dan se-insignificat itupun saya tahu, sekarang telah membentuk saya yang sekarang, baik dan buruk.

Ada sebuah catatan dalam lembaran-lembaran kehidupan persahabatan saya. Saat saya masih si bangku SD, masih ingusan dan polos….(hahaha, penting yaah?) saya mengenal seorang gadis, sebut saja namanya Nia. Sekarang agak buram kalau saya mencoba mengingat-ingat bagaimana tepatnya kami berkenalan lantas mulai menjalin hubungan. Yang jelas, dia salah satu sahabat saya kala SD. Yang ingin saya bagi, adalah fakta bahwa saya tadinya pernah sebegitu benci(?)nya dengan dia. Kami pernah bertengkar, sungguh sangat hebat bin hebohnya di sekolah…. *senyum-senyum sendiri*

Lucu kala ini kalau saya mengingatnya. Saya ceritakan dulu background cerita ini deh. Saya berdomisili di kota Bengkulu kala itu, mengikuti ayahanda bertugas bersama keluarga kecil saya. Sekarang, looking back, I would definitely say that those times were the BEST time of my life. Life, is just so plain simple. Anyway, saya bersekolah di sekolah swasta terbaik di kota ini *please note kota Brengkulu in the mid 90’s. it was a great small town*. Mungkin karena faktor usia, kala itu mudah sekali bagi saya menjalin hubungan dan punya teman baru. Sebelumnya saya berdomisili di Surabayu…*kisah lengkapnya kapan-kapan deh*.

Nah! Sekolah saya ini benar-benar indah! (fakta dan bukan lebay yah?) Tiap kelas punya jendela yang terbuka lebar hampir setengah dari tembok, tanpa teralis. Model kelas-kelasnya juga mengelilingi taman/lapangan sekolah ditengah-tengah, dimana ujungnya ada aula, persis letter O. entah mengapa, sejak saat itu saya selalu membandingkan sekolah-sekolah saya selanjutnya dengan ini….hehehe. Karena bagi saya suasananya enak dan damai. Plus! Sekolah kami dekat dengan pantai (Yey!!). jadi, saat itu saya kelas 3 atau 4 SD, awalnya saya kurang ingat, apakah sebelumnya kami, saya dan Nia pernah berteman akrab. Memorinya agak absurd dan vague. Tapi saya ingat kami pernah bertengkar heboh! Saya diseberang lapangan, dia di seberang lapangan yang lain. Kami saling teriak, entah apa yaa? Lalu, bagian ini saya ingat banget, dia berlari keseberang dan menjambak rambut saya melalui jendela kelas (ingat kan kalo jendelanya besar?). Bayangkan! Sakiiiit bo’……Udah dijambak, badan saya natap (membentur) dinding tembok pula. Reaksi saya kala itu membalas juga, ya lewat jendela juga saya jambak dia….. aneh,bukan?....

Please jangan tanya perkara apa yang bikin kami jambak-jambakan…cos honestly saya udah lupa, bahkan saya yakin apapun alasannya, itu pasti alasan bodoh dan gak penting banget (harap maklum, anak SD!). Soo, hal itu cukup heboh dan menyita perhatian publik. Tapi, seingat memori saya sekarang, kedepannya justru kami menjadi akrab dan tak terpisahkan. Yaa, kami bersahabat. Nia menjadi sahabat saya. Dan saya sahabatnya. Hidup ini indah. :)

Ada perjumpaan, maka ada pula perpisahan, kecuali anda punya prinsip “Aloha”….. (hahaha, kapan-kapan juga deh saya ceritakan). Saat kepergian saya, yaa saya yang meninggalkannya. Karena dia tidak kemana-mana, tapi saya yang berpindah tempat. Kala berpamitan, dialah yang menangisnya paling kencang dan yang memeluk saya paling erat. Saya berpamitan di muka kelas, formally, karena wali kelas (Bu Yuli, terima kasih!) meminta. Entah itu tradisi atau bukan, dan saya juga merasa bukanlah siswa berprestasi (ok, saya akui saya memiliki intelegensi yang biasa-biasa saja), bukan siswa popular (bukan outcast juga), tidak significantlah! Tapi seisi kelas sedih akan kepergian saya. Benar. Saya bicara jujur. Saat pindah saya duduk di kelas 6, agak sulit juga pindah mendekati ujian nasional kala itu, tapi apa boleh maut, pekerjaan ayahanda memaksa, saya turut pula.

Disitu. Namun, belum berakhir kisah persahabatan kami. Guru saya, Bu Yuli meminta teman-teman sekelas untuk menulis surat pada saya dan tetap saling berkorespondensi (tak segampang sekarang kan? Tinggal tuker-tukeran nomor HP). Dan benar, selama kurang lebih 1 bulan sejak kepindahan saya ke Palembang, kami maasih saling berhubungan. Lalu tidak. Kami hilang, saling bertumbuh dewasa, dengan kesibukan masing-masing, tanpa ada lagi saling komunikasi.

Namun, ada torehan yang tertinggal dari Nia dalam hidup saya. Hingga sekarang, kami saling menemukan lagi, teknologi membantu kami. Kami masih saling bertukar kabar.
Apa sih pentingnya kisah ini?? Bagi kamu, mungkin tak banyak. Bagi saya, PRICELESS….. ada lesson learned yang sekarang bisa saya lihat, saya bagi buat kamu. Dalam hubungan kita dengan orang lain, saya menyimpulkan, ada siklusnya.

Bukan siklus pertemuan hingga perpisahan lho ya! Bagi saya itu fakta yang semua orang bisa simpulkan. Tidak. Siklus itu yang saya temukan sifatnya tak mengikat dan dapat berbeda urutannya bagi tiap orang dan tiap hubungan (implementasikan dalam hubungan persahabatan atau percintaan bisa). Dan ini yang saya dapatkan:

Saat belum saling mengenal, kami orang asing.(strangers)

Saat berkenalan, kami menjadi kenalan.(acquaintances)

Saat makin dekat, kami menjadi teman.(friend)

Saat kami saling berbagi, kami menjadi sahabat.(best friend)

Saat saling salah paham, kami menjadi musuh.(enemies)

Saat saling saying, kami menjadi kekasih.(lovers)

Saat berpisah, kami kembali menjadi orang asing. Tapi tidak bagi kami satu dan lain.

Tidak selalu hubungan yang dibangun dari benci, pertengkaran, perselisihan berakhir buruk lho! Take my example. Akhirnya saya dan Nia menjadi sahabat, bukan lancer juga sih, tapi kami tak pernah clash lagi. Ada mutual understanding (mungkin karena kami sudah melihat kejelekan masing-masing di awal) yang menjadi senjata kami dalam persahabatan. Kalau kebalikannya? Bisa…. Bisa juga tidak. Saat ini, saya pilih ‘model’ persahabatan saya dengan Nia aja deh! *sghs*

Tak ada jaminan.
Semua terserah pelakunya….

Lain kesempatan saya ceritakan hubungan saya yang lainnya, yang sesuai siklus buatan saya itu…… di kota Jembatan Ampera, Palembang…. Dan memori apa yang saya dapatkan kala itu.

No comments:

Post a Comment